Selasa, 09 Februari 2016

Reaksi Alkil Halida dengan Nukleofil dan Basa


Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena kestabilannya pada suhu tinggi. Perlu dicatat bahwa halogen adalah atom-atom berelektrogenatif tinggi dan hanya kekurangan satu elektron untuk mencapai konfigurasi gas mulia. Oleh itu halogen dapat membentuk ikatan kovalen tunggal atau ionik yang stabil.
a.     Reaksi alkil halida
Alkil halida bereaksi dengan nukleofil dan basa
·         Alkil halida terpolariasi pada ikatan karbon – halida menjadikan karbon elektrofilik
·     Nukleofil akan menggantikan posisi halida pada ikatan C-X dari berbagai alkil halida (reaksi sebagai basa Lewis)
·         Nukleofil yang basa Brønsted menghasilkan eliminasi

·         Substitusi nukleofilik, eliminasi yang disebabkan basa adalah reaksi yang banyak terjadi pada berbagai reaksi senyawa organik.
·         Reaksi akan diuji untuk mengetahui :
- Bagaimana terjadinya reaksi
- Apa karakteristik reaksi
- Bagaimana dapat digunakan
Alkil halida paling banyak ditemui sebagai zat antara dalam sintesis. Mereka dengan mudah diubah ke dalam berbagai jenis senyawa lain, dan dapat diperoleh melalui banyak cara. Reaksi alkil halida yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu reaksi substitusi dan reaksi eliminasi.
1.      Substitusi Nukleofilik
Tahun 1896, Walden melihat bahwa asam (-)-malat dapat dirubah menjadi asam (+)-malat melalui tahapan reaksi kimia dengan pereaksi a-kiral
·         Penemuan ini yang mengaitkan hubungan langsung putaran optik dengan kekiralan dan perubahannya melalui alterasi kimia
·         Reaksi asam (-)-malat dengan PCl5 menghasilkan asam (+)-klorosuksinat
·         Reaksi lebih lanjut dengan perak oksida dalam air menghasilkan asam (+)-malat
·         Tahapan reaksi diawali dengan asam (+) malat menghasilkan asam (-)-malat.

Reaksi inversi Walden

·         Reaksi alterasi terjadi pada pusat kiral
·         Reaksi melibatkan substitusi pada pusat kiral
·         Jadi, substitusi nukleofilik dapat menginversi konfigurasi pada pusat kiral
·         Adanya gugus karboksil pada asam malat menimbulkan perdebatan mengenai sifat reaksi siklus Walden

Reaksi SN2
Reaksi yang melibatkan inversi pada pusat reaksi
Mengikuti kinetika reaksi orde kedua
Tatanama Ingold menerangkan tahapan reaksi:
S=substitusi
N (subscript) = nukleofilik
2 = keduanya nukleofil dan substrat berada dalam tahapan yang karakteristik (bimolekular)
Kinetika Substitusi Nukleofilik
Kecepatan (V) berubah menurut konsentrasi terhadap waktu
Tergantung pada konsentrasi, suhu, sifat reaksi (penghalang pada energi permukaan)
Hukum kecepatan menerangkan hubungan antara konsentrasi reaktan dan konversi terhadap produk
Konstanta kecepatan (k) adalah factor proporsionalitas antara konsentrasi dan kecepatan
Example: for S converting to P
V = d[S]/dt = k [S]
Kajian kinetika reaksi disebut kinetika
Kecepatan berkurang dengan menurunnya konsentrasi tetapi konstanta kecepatan tidak
Satuan kecepatan: [konsentrasi]/waktu sebagai L/(mol x s)
Hukum kecepatan adalah mekanisme reaksi
Orde raksi adalah jumlah eksponen konsentrasi dalam hukum kecepatan – misalnya orde kedua


Mekanisme SN2
Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil menyerang dari belakang ikatan CX. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
            Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)- 2-butanol.
3 Jika substrat RL bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.
Proses SN2
Reaksi melibatkan keadaan transisi dimana kedua reaktan berada bersama-sama

Keadaan transisi reaksi SN2 memiliki susunan atom karbon planar dari sisa tiga gugus


Sensitif terhadap efek sterik
Metil halida paling reaktif
Selanjutnya alkil halida primer adalah yang paling reaktif
Alkil halida sekunder masih dapat bereaksi
Yang tersier tidak reaktif
Tidak terjadi reaksi pada C=C (vinyl halida)
Pengaruh reaktan dan tingkat energy keadaan transisi terhadap kecepatan reaksi
            Makin tinggi tingkat energi reaktan (kurva merah) = reaksi makin cepat (ΔG‡ lebih kecil). Sedangkan makin tingg tingkat energy keadaan transisi (kurva merah) = reaksi makin lambat (ΔG‡ lebih besar)


Efek Sterik reaksi SN2


Orde Reaksi pada SN2
Semakin banyak gugus alkil yang terikat pada karbon pusat reaksi, reaksi lebih lambat


Mekanisme SN1
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus. Gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, dan terbentuklah ion karbonium. Pada tahap kedua (tahap cepat), ion karbonium bergabung dengan nukleofil membentuk produk. Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya adatiga gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit. Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.

10 komentar:

  1. terima kasih atas artikel yang sangat bermanfaat ini laili, tetapi disini saya ingin bertanya pada reaksi walden, apakah hanya katalis PCl5 dan menggunakan pelarut ether senyawa tersebut dapat bereaksi atau bisa menggunakan pelarut yang lain ?

    BalasHapus
  2. terimakasih atas pertanyaannya robby, disini saya akan menjawab pertanyaan anda.
    pada reaksi walden ini pelarut yang bisa digunakan bukan hanya ether saja, tetapi bisa juga digunakan pelarut yang lain seperti ester, asam karboksilat, alkohol dan lain-lain. karena reaksi ini akan terjadi, jika pelarut yang digunakan merupakan pelarut non polar (senyawa organik):)

    BalasHapus
  3. makasih atas jawabannya laili,jadi syarat untuk contoh reaksi walden diatas dapat tbereaksi jika pelarut yang digunakan pelarut nonpolar(pelarut organik)ya ?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut literatur yang saya baca begitu :)
      semoga bermanfaat

      Hapus
  4. Assalamualaikum nurlaili, pada artikel diatas anda menuliskan tentang reaksi alkil halida dengan nukleofil dan basa. Sifat setiap basa itu kan berbeda-beda, ada basa lemah dan ada basa kuat. yang ingin saya tanyakan, apakah sifat kebasaan suatu senyawa akan mempengaruhi suatu reaksi alkil halida ?

    BalasHapus
  5. walaikumsalam, terimakasih atas pertanyaannya hansen
    disini saya ingin menjawab pertanyaan saudara, memang benar apa yang anda katakan, bahwa sifat suatu basa itu berbeda-beda. menurut literatur yang saya baca, hal ini akan mempengaruhi suatu reaksi. semakin basa suatu nulleofil maka reaksi akan berjalan semakin cepat.

    BalasHapus
  6. artikel nya sangat bermanfaat, tetapi saya masih binggung tentang terjadinya reaksi SN1 dan SN2. Apakah sama atau ada perbedaaan diantara kedua reaksi tersebut, tolong jelaskan secara singkatnya. makasih :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut literatur yang pernah sama baca, ada 2 perbedaan yang sangatmudah diamati prosesnya, yaitu konsentrasi nukleofil dan pelarut yang digunakan, pada reaksi SN1, mekanisme reaksi tidak bergantung pada konsentrasi nukleofil. sedangkan pada reaksi SN2 mekanisme reaksinya tergantung pada konsebtrasi nukleofil. pada reaksi SN1, kecepatan reaksi sangat dipengaruhi kepolaran pelarut, sedangkan pada reaksi SN2 kecepatan reaksi hanya sedikit dipengaruhi kepolaran pelarut.

      Hapus
  7. Assalamualaikum nurlaili. Terima kasih atas artikel yang anda buat. saya menjadi lebih mengerti bagaimana reaksi substitusi nukleofikik itu. namun disini saya masih kurang mengerti dibagian efek sterik. Nah bagaimana pengaruhnya terhadap reaksi substitusi dan reaksi SN2 itu?

    BalasHapus
    Balasan
    1. walaikumsalam dwi, menurut literatur yang saya baca Efek Sterik pada nukleofil merupakan nukleofil dengan struktur yang lebih meruah akan terintangi ketika membentuk ikatan tunggal. dengan adanya efek sterik ini akan membuat penyerangan terhadap nukleofilik tersebut menjadi susah. hal ini disebabkan karena adanya gugus alkil atau R. Elektrofil yang lebih meruahakan menyulitkan substitusi oleh nukleofil padareaksi SN2

      Hapus